#nyepi#hindu

Umat Hindu di Lampung Jalani Catur Brata Nyepi

( kata)
Umat Hindu di Lampung Jalani Catur Brata Nyepi
Pelaksanaan upacara Melasti dalam menyambut hari raya Nyepi di Pura Kahyangan Jagat Kerthi Buana, Way Lunik, Bandar Lampung, Selasa 1 Maret 2022. Lampost/Andi


Bandar Lampung (Lampost.co) -- Catur Brata Penyepian merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Nyepi. Ritual ini mengandung empat pantangan yang wajib dipatuhi oleh seluruh umat Hindu ketika perayaan Nyepi. Catur Brata Penyepian adalah pantangan pada Hari Raya Nyepi yang berupaya membangun konsentrasi dengan tenang agar seseorang kembali kepada jati diri.

Catur Brata Penyepian ditempuh dengan cara meditasi, shamadi, dan perenungan diri sendiri di suasana yang hening. Pantangan ini dilaksanakan selama 24 jam, tepatnya sehari usai Tilem Sasih Kasanga atau pada paruh terang pertama masa kesepuluh (pananggal sasih kadasa).

Adapun pantangan Catur Brata Penyepian yakni tidak menyalakan api atau lampu (Amati Geni), tidak melakukan kerja atau kegiatan fisik (Amati Karya), tidak bepergian kemana-mana (Amati Lelungan) serta larangan mengadakan hiburan, rekreasi, atau kegiatan bersenang-senang termasuk tidak makan dan tidak minum (Amati Lelanguan).

"Umat Hindu akan memperingati Hari Raya Nyepi 1944 Saka pada 3 Maret 2022. FKUB Provinsi Lampung mengajak kepada umat Hindu di Lampung harus tetap taat Prokes dalam menapaki seluruh prosesi ritual dan seremonilal Nyepi, seperti saat melasti, tawur kesanga dan sebagainya," kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung, Mohammad Bahrudin, Rabu, 2 Maret 2022.

Ia berharap umat Hindu dapat mengimplementasikan makna terdalam catur brata Nyepi yang meliputi amati karya (tidak bekerja), amati geni (tidak menyalakan api), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak riang gembira), dalam praktik kehidupan sehari. Amati karya dapat dijadikan sarana kontempelasi dan introspeksi, amati geni dapat membangkitkan kepedulian sosial, amati lelungan dapat menghindari kerumunan, dan amati lelanguan dapat menahan pola hidup hedonis.

Ia menjelaskan, umat Hindu pasti sudah sangat rindu merayakan Nyepi dengan gegap gempita, seperti adakan pawai ogoh-ogoh yang menjadi ciri khas kesenian Bali karena sudah dua tahun terkendala  wabah pandemi Covid-19. Namun ia berharap pawai ogoh-ogoh untuk sementara jangan dilaksanakan dulu, khawatir mengundang keumunan. Apalagi saat ini pademi covid-19 belum melandai.

"Semoga Hari Raya Nyepi semakin memperkuat relasi kemanusiaan dan kebangsaan serta mempererat kerukunan antar umat beragama," katanya.

Winarko








Berita Terkait



Komentar