Soal Kasus Korupsi Bendungan Margatiga, Warga Akan Laporkan Tim Pembebasan Lahan

Gunungsugih (Lampost.co) -- Merasa dirugikan terkait ganti rugi tanam tumbuh dan penentuan lokasi (penlok) pembangunan Bendungan Margatiga, warga Adi Warno, Kecamatan Batanghari, Lampung Timur akan melaporkan tim pebebasan lahan ke Polres Lampung Timur.
Barmawi salah satu warga menilai tim pembebasan lahan yang terdiri dari Kantor Jasa Penilai Publik(KJPP), BPN dan Balai Besar Wilayah Sungai Sekampung (BBWSS) telah melakukan manipulasi data milik warga yang terdapak.
“Dua tahun lalu, kami pernah dikumpulkan di balai desa diberikan lembaran kertas tidak ada kop suratnya, yang isinya rincian luas lahan, ganti tanam tumbuh tidak sesuai pasaran. Sawit usia 5 tahun sudah produktif dihargai 20 ribu, padi umur 28 hari, cabai sudah mulai panen dihargai 10 ribu. Ini salah satu contoh kecurangan dari tim pembebasan," kata Barnawi, Minggu, 15 Januari 2023.
Selanjutnya masalah penlok, menurutnya terkesan ngawur. Pasalnya daerah tinggi dimasukan data yang terdampak genangan tetapi daerah rendah seperti kolam ikan posisinya sangat rendah justru tidak dimasukkan oleh tim.
"Puluhan hektare dataran rendah tidak masuk kategori terdampak genangan, termasuk kolam pemancingan ikan punya saya. Dataran tinggi justru dihitung terdampak, sungguh tidak adil," kata dia.
“Waktu itu ada dari KJPP bersama pak kepala kampung Adi Warno menemui kami dengan janji akan memperjuangkan hak hak dari warga namun buktinya sampai sekarang tidak ada realisasinya,” kata dia.
Untuk itu, pihaknya akan melaporkan tim tersebut ke polisi. “Semua data sudah dikumpulkan, secepatnya kami akan melaporkan kasus ini kepada Polres Lampung Timur," kata dia.
Tokoh agama yang juga terdampak Bendungan Margatiga, Mbah Hasim mengeluhkan ganti tugi tanam tumbuh dan penentuan penlok yang sangat asal-asalan tidak ada rasa keadilan.
“Contohnya tanaman pohon akasia umur 15 tahun milik saya dihargai Rp27 000 perbatang, padahal biasanya kalau saya jual 3 batang harganya sampai 2 juta. Ini adalah salah satu kezaliman pemerintah kepada kami rakyat kecil," kata Mbah Hasim.
Harga ganti rugi tahah kalau dihitung hanya 65-70 ribu permeter, padahal pasaran di daerah sini rata-rata 100 ribu per meter. Yang sudah dibayarkan pemerintah lahan saya seluas 1.100 meter, 43 meter berada di dua tempat tidak tercatat oleh petugas," kata dia.
“Waktu pengukuran lahan pernah saya tanya kriteria harga dan spesifikasi penentuan lokasi seperti apa, mereka (tim) hanya menjawab tidak tahu kami hanya kerja. Sampai sekarang kami tidak pernah setuju dan tanda tangan dengan harga ganti rugi lahan maupun penlok. Namun anehnya mereka tetap berani memaksakan,” kata dia.
Deni Zulniyadi
Komentar