Sistem Irigasi Menentukan Hasil Produksi Padi

Bandar Lampung (Lampost.co: Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bandar Lampung mengatakan irigasi merupakan salah satu kunci utama keberhasilan panen petani padi. Namun, tak banyak sawah di Lampung yang memiliki sistem irigasi yang baik.
"Kalau contoh irigasi sawah yang bagus itu ada di Tigeneneng, Metro, yang punya sistem irigasi buka tutup. Jadi sistem pengairan disana cukup baik, tidak kekeringan atau kebanjiran," kata Teguh Endaryanto, Senin, 27 Februari 2023.
Teguh mengatakan pada pertanaman padi terdapat tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari). Ketiganya membutuhkan pengairan yang berbeda-beda.
"Agar bisa mengetahui kebutuhan air yang harus disediakan untuk irigasi lahan pertanian, informasi atau data kebutuhan air tanaman sangat diperlukan. Untuk itu perlu adanya irigasi reguler di setiap persawahan," ujarnya.
Baca juga: 1.976 Ha Sawah di Lamsel Rawan Banjir, Petani Didorong Ikut AUTP
Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada periode tanam sampai panen dengan umur tanaman 100 hari akan memerlukan air 520-1.620 mm. Sementara padi umur 130 hari membutuhkan air sebanyak 720-2.160 mm.
"Jadi kalau tidak ada irigasi reguler itu, petani harus buka jalur manual untuk masuk dan keluar air. Misalnya nanti pada musim panen raya sekitar April-Mei 2023 ternyata hujan terus, maka air harus dibuang pada sawah yang padinya mulai menguning, agar tidak busuk," kata Teguh.
Selain pengairan, petani juga harus waspada terhadap beberapa hama yang sering muncul saat musim hujan atau pancaroba. Curah hujan yang tinggi membuat organisme pengganggu tanaman (OPT) berkembang dengan cepat.
"Biasanya ada hama wereng, sundep, tikus, hingga hawar daun bakteri. Apabila tidak dikendalikan dengan tepat, maka bisa menyebabkan tanaman padi rusak hingga gagal panen," kata Teguh.
Adi Sunaryo
Komentar