PGI Sebut Moment Ramadan dan Paskah Mampu Memupuk Toleransi

Jakarta (Lampost.co)--Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) menyatakan Ramadan 1443 Hijriah dan Paskah 2022 menjadi momentum untuk memupuk cinta kasih dan toleransi. Sukacita kedua umat beragama memperingati Ramadan dan Trihari Suci Paskah akan sia-sia, jika masih belum bisa memenangkan diri dari nafsu, kebodohan, egoisme, dan arogansi beragama.
"Karena sia-sia perayaan kerohanian ini jika kita masih saja membangun kebencian, membangun, dan mempertahankan ego, maka sia-sialah perayaan bulan suci kalau kita masih belum menang atas segala ego kita," ujar Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI Pendeta Jimmy Sormin, dalam siaran pers, Jumat, 15 April 2022.
Dia menerangkan dalam konteks kekristenan, Trihari Suci khususnya dalam momen Jumat Agung dimaknai untuk mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus dan menyelamatkan manusia dari dosa. Bahwa cinta kasih dibuktikan melalui pengorbanan.
“Hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini bahwa kasih itu yang paling besar buktinya adalah pengorbanan, kita mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib menjadi peristiwa kebahagiaannya itu justru di Paskah ketika manusia diselamatkan dari kuasa dosa,” tutur dia.
Jimmy menjelaskan pengorbanan yang dilakukan Yesus menunjukkan cinta kasihnya kepada umat tak bersyarat yang melampaui segala yang ada di dunia ini. Dia berpendapat umat Kristen harus bisa meneladani sikap mau berkorban untuk sesama, mau mengampuni, meminta maaf, berbagi dengan apa yang ada diri sendiri, dan berbagi kepada yang lemah sebagai bentuk pengorbanan.
“Jika kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah dengan kita, alangkah egoisnya jika tidak bisa melepaskan segala keangkuhan dari dalam diri kita. Kalau Tuhan saja mau berbuat demikian (pengorbanan), mengapa kita tidak berupaya,” jelas dia.
Dia menjelaskan hendaknya umat dapat memanfaatkan untuk introspeksi diri, serta berbenah diri menghayati bagaimana hubungan kepada sesama umat, dan sesama manusia. "Bagaimana kita membangun semangat cinta kasih, dan saling toleransi. Di momen ini, kita mengupayakan mengontrol arogansi kita, egosentrisme, dan mengontrol diri agar menjadi lebih baik," terang dia.
Untuk membangun cinta dan toleransi, Jimmy menilai perlu kesungguhan dari setiap individu sebagai masyarakat Indonesia yang hidup di tengah keberagaman. Sehingga perdamaian dan kerukunan bukan hanya sebuah kamuflase, namun tertanam dalam karakter dan keseharian umat.
"Membangun cinta dan toleransi itu butuh pengorbanan dan kesungguhan sehingga cinta dan toleransi bukan hanya kamuflase dan seremonial yang menunjukkan kalau kita damai dan rukun di hadapan publik dan media, tapi harus dalam keseharian kita," jelas Jimmy.
Pada momen ini, Jimmy menilai perlu adanya peran pemerintah dan tokoh agama untuk terus menjaga kerukunan umat serta membangun cinta kasih. Hal itu agar umat menang atas segala ego diri, memutus semua mata rantai kebencian atau segala arogansi demi menyongsong Indonesia yang adil, aman, damai, dan maju.
“Di sini tokoh agama harus bisa sama-sama merendahkan hati bersama pemerintah, membangun niatan itu (cinta kasih, memenangkan egoisme diri, dan segala arogansi) dan mengimplementasikan niat baik yang diharapkan dari peristiwa kerohanian ini,” ujar Jimmy.
Jimmy berpesan kepada segenap umat beragama untuk bersama membangun tatanan kehidupan yang berkeadaban. Sebagaimana peristiwa Ramadan dan Paskah yang mengajarkan umat untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
"Marilah kita mengambil momentum ini untuk saling membangun, berbagi, berkolaborasi, menyumbangkan, dan mengkontribusikan energi positif kita untuk kemaslahatan, karena ketika kita bisa hidup rukun dan damai maka pasti kesejahteraan serta kemajuan bangsa akan mungkin bagi kita," kata Jimmy.
Sri Agustina
Komentar