Kualitas Mutu Jadi Persoalan Pendidikan di Lampung

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Provinsi Lampung saat ini tengah mengalami persoalan dalam segi kualitas mutu pendidikan. Belum maksimalnya kualitas mutu pendidikan ini terjadi karena keterbatasan anggaran pemerintah.
Hal tersebut disampaikan langsung Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung Sulpakar saat memberikan sambutan dalam acara peresmian kantin sehat, kendaraan operasional, dan bank sampah di SMAN 5 Bandar Lampung, Kamis, 14 September 2023.
Sulpakar yang juga menjabat sebagai Pj Bupati Mesuji itu menerangkan, Provinsi Lampung saat ini hanya mendapatkan bantuan pemerintah Rp1,5 juta per tahunnya untuk satu siswa. Sementara kata dia, hasil rumusan standar nasional pendidikan terbagi menjadi tiga kelas yakni A, B, dan C. Dimana dalam kelas A bantuan pendidikan yang berikan satu tahunnya per siswa sebesar Rp7,5 juta, kelas B sekitar Rp5 juta, dan kelas C sebesar Rp3 juta. "Kalau kita ambil kelas C saja, artinya kita kekurangan Rp1,5 juta per siswa per tahunnya," ujar Sulpakar.
Ia beranggapan, permasalahan ini tidak bisa jika hanya mengandalkan pemerintah pusat. Pemerintah daerah bersama dengan stakeholder juga menurutnya perlu membantu untuk membangun sarana dan prasarana.
"Operasional sekolah kita membutuhkan uluran tangan dari masyarakat, kepedulian pemerhati pendidikan. Supaya pendidikan kita mencapai kualitas yang maksimal," ungkapnya.
Baca Juga: Butuh Kemampuan Inovasi dan Kolaborasi untuk Jawab Tantangan di Sektor Pendidikan
Kekurangan Guru
Permasalahan lainnya dari mutu pendidikan, kata Sulpakar, yakni ketersediaan guru sebagai tenaga pendidik. Walaupun baru-baru ini pemerintah sudah mengangkat tenaga PPPK oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tapi menurutnya hal itu belum memenuhi kebutuhan.
"Kita baru lebih kurang 700 sekian yang diangkat, tapi kebutuhan kita mencapai 8.000, ini masih sangat jauh," kata dia.
Oleh karena itu, dengan adanya kekurangan tenaga pendidik ini, Sulpakar mengatakan pihak sekolah terpaksa harus mengangkat guru honorer.
"Guru honorer tidak ada pembiayaan pemerintah daerah, maka dibebankan kepada pihak sekolah, lagi-lagi sekolah harus mengeluarkan biaya," ujarnya.
Kualitas dari pada mutu pendidikan, menurut Sulpakar, tidak terlepas dari biaya pendidikan. Untuk memenuhi hal tersebut, selain mengandalkan anggaran pemerintah, sumbangan partisipasi masyarakat dan partisipasi orang tua juga diperlukan.
Untuk itu, pihak sekolah melalui komite harus melakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa diantaranya menurut Sulpakar yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, PP 48, Permendikbud 75 Tahun 2016, dan aturan lainnya.
"Kalau sepanjang ini dijalankan, saya yakin tidak ada masalah, karena tidak semua orang tua tidak sadar akan pentingnya pendidikan," tandasnya.
Ricky Marly
Komentar