#beritalampung#beritabandarlampung#asusila#kekerasananak

Restorative Justice pada Kasus Kekerasan Seksual Hanya Timbulkan Trauma ke Korban

( kata)
<i>Restorative Justice</i> pada Kasus Kekerasan Seksual Hanya Timbulkan Trauma ke Korban
Ilustrasi. Foto: Google Images


Bandar Lampung (Lampost.co): Penyelesaian kasus kekerasan seksual dengan restorative justice (RJ) hanya akan menimbulkan trauma pada korban kekerasan seksual. 

Hal itu diungkapkan oleh pengamat hukum Universitas Lampung (Unila) Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, Irzal mengatakan jika  RJ itu pilihan dan syaratnya harus ada persetujuan dari pihak korban.

Meskipun begitu, penerapan restorative justice pada korban kekerasan seksual hanya akan menambah trauma pada korban yang dihadapkan dengan pelaku. Bila tidak, maka sistem peradilan pidana tetap berjalan.

Baca juga:  Honorer Kelurahan di Metro Pengguna Sabu Resmi Dipecat

"Makanya RJ itu tidak boleh dipaksa," katanya, Selasa, 10 Januari 2023. 

Tambahnya, bila dilakukan RJ pun dan berhasil, tidak serta merta dapat menghentikan proses hukum.

"Bisa tetap berjalan, namun akan menjadi pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan, bahwa telah tercapai kesepakatan antara pihak pelaku dan korban," tuturnya. 

Terakhir ia menyampaikan penggunaan RJ sangat bahaya bila dilakukan pada kasus dengan ketimpangan relasi kuasa yang disebabkan oleh berbagai faktor. Baik timpang secara sosial, ekonomi, jabatan, atau antara anak dan orang dewasa.

"Peran aparat penegak hukum justru menyeimbangkan kedudukan antara keduanya bukan menjustifikasi ketimpangan yang ada," pungkasnya.

Adi Sunaryo








Berita Terkait



Komentar