#pemilu2024#pilpres2024

Cak Imin Tak jadi Cawapres, Koalisi PKB dan Gerindra Diyakini Bubar

( kata)
Cak Imin Tak jadi Cawapres, Koalisi PKB dan Gerindra Diyakini Bubar
Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Foto: Medcom.id/M Sholahadhin Azhar


Jakarta (Lampost.co) -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai bakal meninggalkan koalisi bersama Partai Gerindra. Kondisi itu dimungkinkan bila Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin tak mendapat jatah untuk mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Saya termasuk yang meyakini sampai sekarang ya, PKB sangat mungkin angkat kaki dari koalisi Gerindra dan PKB kalau Muhaimin bukan wakilnya. Tapi kita tidak tahu bagaimana ke depan itu seperti apa," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 7 Maret 2023.

BACA JUGA: Maret, PKB-Gerindra Deklarasikan Capres-Cawapres

Adi menilai bila menilik statistik elektabilitas dari kedua tokoh, Prabowo lebih pantas menjadi calon presiden (capres). Namun, bila Prabowo dan Cak Imin sama-sama ingin menjadi capres, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) juga mengalami kebuntuan menatap 2024.
"Saya kira rumit koalisi Gerindra dan PKB sama-sama ngotot untuk urusan capres. Prabowo capres, Cak Imin capres, enggak mungkin ketemu ini koalisi. Harus ada yang mengalah siapa yang capres dan siapa nanti ditentukan sebagai cawapres," ucap Adi.
Koalisi tersebut bakal diuji kesolidannya. Khususnya, bila bukan Muhaimin yang menjadi cawapres Prabowo.
"Di sini lah ujian sebenarnya PKB dengan Gerindra itu sedang diuji betul, apakah kedua partai ini akan solid, andai pada akhirnya pendamping Prabowo bukan Muhaimin," kata Adi.
Adi menuturkan komposisi Gerindra dan PKB saling mengisi untuk kebutuhan ambang batas presiden atau presidential threshold berupa 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Prabowo disebut tidak bisa maju hanya bermodalkan suara Gerindra karena tidak cukup ambang batas presiden. 
"Maka jawaban realistisnya secara politik Muhaimin lah yang mestinya digandeng Prabowo untuk bisa mendapatkan dukungan dari PKB," kata Adi.
Di sisi lain, elektabilitas Prabowo bila berpasangan dengan Muhaimin tidak muncul signifikan. Muhaimin sebagai cawapres tidak mampu menutup kekurangan Prabowo Subianto yang selama ini lemah di sejumlah teritorial.
"Prabowo itu lemah di Jawa timur, Jawa tengah, Banten, Jabar, dan Sumatra, termasuk juga misalnya Muhaimin tidak bisa men-cover kelemahan Prabowo di basis pemilih Nahdliyyin. Jadi di situ letak dilemanya. Prabowo di satu sisi butuh PKB untuk menggenapkan ambang batas presiden 20 persen. Tapi pada saat yang bersamaan PKB ini mewajibkan Muhaimin sebagai pendamping Prabowo, yang kita tahu bersama elektabilitasnya enggak muncul secara signifikan," jelas Adi.

Effran Kurniawan








Berita Terkait



Komentar