#pendidikan#sekolah

Anggaran Pendidikan Jadi Kunci Terciptanya Layanan Pendidikan yang Berkualitas

( kata)
Anggaran Pendidikan Jadi Kunci Terciptanya Layanan Pendidikan yang Berkualitas
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Tommy Efra Hendarta. (dok. Lampost.co)


Bandar Lampung (Lampost.co) -- Anggaran pendidikan yang memadai adalah salah satu faktor utama yang dapat mendorong terciptanya layanan pendidikan yang berkualitas. Kontribusi dan peran serta masyarakat dalam bentuk materil maupun non materiil dibutuhkan untuk mendorong terciptanya akses pendidikan yang baik.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Tommy Efra Hendarta mengungkapkan, dari anggaran 20 persen yang didapat dari APBN untuk pendidikan, disalurkan ke sekolah sebesar 1,7 triliun. 

Dari jumlah tersebut, Tommy menjelaskan hampir 1 triliunnya digunakan untuk gaji guru. Sementara sisanya kata Tommy yakni untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda), Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas), dan juga fisik. Jumlah itu menurutnya masih jauh dari kata cukup untuk dapat menciptakan layanan pendidikan yang berkualitas. "Enggak mungkin kalau Pemda sanggup biayai itu," ujarnya, Jumat, 29 September 2023.

Baca Juga: 

Bosda Lampung Belum Mampu Cukupi Kebutuhan Biaya Pendidikan

Untuk memperoleh pendapatan penunjang layanan pendidikan, Tommy juga menjelaskan sebenarnya sekolah telah mempunyai aturan resmi untuk mengadakan pungutan partisipasi masyarakat.

Ada dua jalan bagi sekolah untuk mendapatkan uang namanya pungutan. Keduanya menurut Tommy diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Baca Juga: 

Keterbatasan Dana Hambat Pemerataan Pendidikan

Pada PP Nomor 48 Tahun 2008, kata Tommy, sekolah berhak melakukan pungutan. Namun kata dia besaran pungutan tersebut harus ditentukan berdasarkan perhitungan indeks.

"Contoh indeks sekolah itu 7,6. Itu dihitung setahun itu perlu apa saja, kegiatannya apa saja, berapa biayanya dan lain-lain. Dari 7,6 itu dapat bantuan dari Bosnas Rp1,7 juta dan dari Bosda Rp1 juta. Jadi 7,6 dikurangi 2,7 sekitar 4,9 itu dari pungutan masyarakat. Itu ada indeksnya A, B, dan C, setiap sekolah tentu beda-beda," jelas Tommy.

Sementara untuk Permendikbud 75 Tahun 2016, kata Tommy, lebih mengatur tentang komite. Dimana komite ini adalah orang-orang yang punya kepedulian terhadap pendidikan. Komite boleh melakukan sumbangan bukan pungutan. Namun bentuk sumbangannya kata Tommy bukan hanya dari wali murid saja, melainkan dari perusahaan, pemerhati pendidikan, jalinan kerja sama, dan lain-lain.

"Sekolah dengan PP 48 2008 nya boleh melakukan pungutan, komite melalui Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 boleh menggalang sumbangan. Dua-duanya boleh, tapi masyarakat tidak ada yang mau satu pun di antara keduanya," tuturnya.

Untuk itu, Tommy mengimbau kepada sekolah bersama dengan masyarakat termasuk orang tua untuk secara intens berunding. Di mana sekolah menurutnya harus mampu memaparkan tentang rencana kerja sekolah (RKS) terkait target apa-apa saja yang akan dilakukan sekolah.

"Kemudian jika ada orang tua yang kurang sepakat maka itu bisa saja dilakukan banding berdasarkan kesepakatannya seperti apa," tandasnya.

Sebab, kata Tommy, jika permasalahan ini tak kunjung usai, maka bukan tidak mungkin kualitas pendidikan akan semakin mengalami kemerosotan. Jikapun ada yang unggul, menurutnya hal itu dimiliki oleh sekolah-sekolah swasta yang memiliki kekuatan finansial yang kuat dari partisipasi masyarakat dan orang tua. "Akibatnya kualitas merosot, guru-guru yang tidak tercukupi tidak akan profesional dalam bekerja," tuturnya.

Ricky Marly








Berita Terkait



Komentar