#bacaleg#partaipolitik

Akademisi Sarankan Pembulatan Atas Keterwakilan Bacaleg Perempuan Diberlakukan pada Pemilu 2029

( kata)
Akademisi Sarankan Pembulatan Atas Keterwakilan Bacaleg Perempuan Diberlakukan pada Pemilu 2029
Gedung KPU RI. (MI/Andri Widiyanto)


Bandar Lampung (Lampost.co) -- Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan partai politik menambah jumlah bacaleg perempuan disebut memberatkan partai politik, khususnya partai politik non parlemen maupun pendatang baru.

Putusan MA tersebut terkait gugatan pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang dikabulkan oleh MA. Penggugat meminta pembulatan ke atas angka pecahan pembagian keterwakilan 30% bacaleg perempuan.

Akademisi Hukum Tata Negara FH Unila Iwan Satriawan menilai, idealnya putusan tersebut tidak berlaku surut dan dijalankan untuk Pemilu selanjutnya yakni Pemilu 2029. Penyebabnya menurut Iwan, karena tahapan Pemilu 2024 sudah berlangsung dan tinggal masuk ke tahapan pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT). "Idealnya diberlakukan pada Pemilu selanjutnya, dan nanti kan persiapannya bisa panjang," ujar Iwan, Rabu, 6 September 2023.

Baca Juga: Soal Putusan MA Terkait Keterwakilan Bacaleg Perempuan, Ini Kata KPU RI

Dengan waktu yang relatif singkat tentunya partai politik kesulitan mencari caleg perempuan. Iwan juga menilai, kesulitan akan lebih dirasa oleh pengurus partai politik yang berada di daerah pelosok. Misalnya untuk Provinsi Lampung, pengurus partai seperti di Kabupaten Mesuji, Pesisir Barat, dan lainnya. Begitu pula pengurus partai tingkat provinsi di pelosok seperti Papua dan daerah lainnya.

"Makanya ini harus dilihat secara holistik, menyeluruh, enggak bisa parsial. Misalnya partai di Bandar Lampung atau di Jakarta saja, memenuhi kriteria 30% itu cukup berat. Apalagi SDM perempuan kita juga enggak banyak, kalau ada sudah pada ketarik, ada yang di penyelenggara, ada di akademisi, dan lainnya, ada juga yang mau jadi ibu rumah tangga. Karena politik itu anggapannya berat," katanya.

Sementara itu, Komisioner KPU RI Bidang Teknis Penyelenggara, Idham Kholid menyebut, dalam menanggapi putusan tersebut, KPU RI harus membentuk petunjuk teknis berupa PKPU yang berkaitan dengan tahapan Pemilu. Namun KPU RI harus berkonsultasi dengan DPR RI dan pemerintah melalui rapat dengar pendapat. "Ia, sesuai dengan pasal 75 ayat (4) PKPU 10 Tahun 2023 (konsultasi ke DPR)," ujarnya. 

Idham menyebut hingga saat ini, KPU RI belum menerima salinan putusan MA tersebut. 

Ricky Marly








Berita Terkait



Komentar