#digital#digitalisasi

3 Ancaman Era Digital Pada Anak, Begini 6 Cara Melindunginya

( kata)
3 Ancaman Era Digital Pada Anak, Begini 6 Cara Melindunginya
Era digital yang terus tumbuh pesat saat ini ternyata sangat mengancam kehidupan anak-anak. Untuk itu, perlu ada tindakan untuk melindungi anak. Foto: Ilustrasi/Freepik


Jakarta (Lampost.co) -- Era digital yang terus tumbuh pesat saat ini ternyata sangat mengancam kehidupan anak-anak. Untuk itu, perlu ada tindakan untuk melindungi anak dari bahaya gadget dan dunia digitalisasi yang serba online tersebut.

Lance Spitzner dari SANS Institute menyebutkan ada tiga ancaman utama bagi anak-anak di era digital saat ini, yaitu:

- Orang asing: predator seksual, sextortion, penipuan.

- Teman: cyberbullying, prank, sextortion, contoh buruk.

- Diri sendiri: berbagi berlebihan, sexting, intimidasi, mengunduh atau membagikan konten ilegal

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), menyatakan anak Indonesia berusia 12-17 tahun menjadi sasaran pelecehan dan eksploitasi seksual online.

Sementara Center for Digital Society (CfDS) pada Agustus 2021 berjudul Teenager-Related Cyberbullying Case in Indonesia melakukan penelitian terhadap anak (pelajar) usia 13-18 tahun.

Hasil riset itu mencatat 1.895 siswa (45,35%) menjadi korban cyberbullying dengan 1.182 siswa (38,41%) sebagai pelaku. Platform yang kerap dipakai untuk kasus cyberbullying, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook.

Laporan Kaspersky juga menilai Generasi Z yang usianya antara 11 dan 26 tahun sebagai kelompok yang terlalu banyak berbagi (oversharing). Mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang keamanan online, tetapi paling rentan terhadap penipuan.

Pasalnya, sekitar 55% peserta survei mengaku memasukkan informasi pribadi di media sosial, seperti nama, tanggal lahir, dan lokasi. Mayoritas (72%) dari mereka tidak dapat mengidentifikasi penipuan phishing dengan 26% telah menjadi korbannya.

“Dulu selama sekolah, orang tua utamanya mengkhawatirkan dengan nilai dan raport atau hasil akhir anaknya. Sekarang situasinya berbeda. Orang tua Indonesia kini layaknya di belahan dunia lainnya yang membesarkan anak-anak yang sangat terhubung dan perhatian terbesarnya untuk menghindari anak dari sasaran penjahat siber,” Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.

Kondisi itu tidak bisa ada yang disalahkan karena anak-anak berisiko dibujuk orang asing, intimidasi secara online, dan pencurian informasi pribadi di sekolah.

“Dari sudut pandang keamanan, tidak masalah baik usia 6 maupun 56 tahun karena sekarang hidup di dunia dengan jejak digital terus berkembang setiap harinya,” ujarnya.

Untuk itu, jika orang dewasa saat ini masih jatuh ke dalam perangkap penjahat siber, maka tidak mungkin mengharapkan anak-anaknya untuk menghindari dan melindungi bahaya dunia maya. Untuk itu, Yeo memberikan cara bagi orang tua untuk melindungi anaknya dari bahaya era digital.

Cara Melindungi Anak di Era Digital

Komunikasi rutin dengan anak

Studi global di Kaspersky mensurvei 8.793 orang tua dari anak-anak berusia antara 7 dan 12 tahun menghasilkan 58% orang tua menghabiskan sekitar 30 menit sejak anak-anak kecil untuk berbicara tentang keamanan internet. Sementara hanya 11% yang menggunakan waktu hingga dua jam untuk berbicara dengan anak tentang bahaya online.

Psikolog terkenal Emma Kenny, menyarankan untuk menghabiskan 10 menit setiap hari sebelum tidur untuk berdiskusi dengan anak termasuk tentang aktivitas online mereka.

Minta anak-anak untuk bercerita tentang hal positif dan negatif yang didapat dari internet. Hal itu akan menciptakan percakapan normal tentang perlindungan internet hingga berkontribusi pada pendekatan cyber smart atau kecerdasan siber.

Edukasi diri sendiri dan anak-anak

Berbicara dengan anak-anak tentang dunia maya akan menjadi percaya diri jika orang tua memahaminya. Untuk itu, luangkan waktu untuk mencari informasi tentang tren, game, dan saluran, yang muncul untuk memahami pengaruhnya terhadap aktivitas online anak.

Hasilnya dapat didiskusikan dan potensi bahayanya termasuk jika mengharuskan bermain dan meminta membantu membuat akun media sosial. Dengan menunjukkan rasa percaya terhadap anak akan membuat rasa saling percaya itu makin terbangun.

Selain itu, informasi yang didapatkan juga perlu diedukasi kepada anak baik yang didengar maupun dilihat terkait ancaman siber atau pelanggaran keamanan. Sebab, ada banyak saran di internet terkait keamanan internet, seperti di blog Kaspersky untuk referensi.

Bangun suasana keterbukaan dan kenyamanan

Situasi ideal bagi anak adalah membuat mereka merasa nyaman, tidak terancam atau tidak bahagia. Atasi perlakukan cyberbullying seperti intimidasi di kehidupan nyata dengan mendorong anak untuk terbuka dan berbicara dengan orang dewasa tepercaya (sebaiknya orang tua) jika mereka menerima pesan yang mengancam atau tidak pantas.

Tetapkan batasan

Tetapkan aturan dasar yang jelas dan sesuai usia tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan secara online. Jelaskan alasan aturan itu diterapkan dan konsekuensi pergi ke tempat yang tidak seharusnya atau menggunakan teknologi yang tidak tepat.

Contohnya anak cukup berbagi foto secara online yang tetap ada di internet selamanya dan bisa berdampak saat dewasa, bekerja, dan karier yang penting. Lalu membantu anak membingkai tindakan potensial sebagai konsekuensi dan pastikan meninjaunya demi tumbuh kembang anak.

Pakai sumber daya yang ada

Orang tua tidak pernah dapat mengawasi anak-anak selama 24 jam dalam tujuh hari dan memantau aktivitas online mereka.

Untuk itu, perlu langkah cerdas dengan menggunakan perangkat lunak kontrol orang tua yang andal untuk menetapkan kerangka kerja tentang yang dapat diterima,  waktu untuk menghabiskan waktu online, akses konten yang harus ditutup, atau aktivitas yang harus disegel (ruang obrolan, forum, dan seterusnya).

Kontrol orang tua dapat diatur untuk profil komputer yang berbeda sehingga dapat menyesuaikan filter untuk anak yang berbeda.

Jika telah membeli ponsel cerdas untuk anak, sadarilah itu bukan sekadar telepon melainkan komputer canggih. Untuk itu, terdapat opsi untuk melindungi perangkat anak menggunakan teknologi, seperti Safe Kids.

Teknologi itu dapat membantu orang tua sebagai perlindungan tingkat kedua bagi anak-anak terhadap gangguan yang tidak diinginkan, konten yang tidak pantas, atau melacak ponsel yang hilang atau dicuri. Perangkat tersebut berfungsi di iOS dan Android. 

Meminta bantuan

Mengasuh anak tidak ada cara yang otomatis. Belajar sambil berjalan sebagai hal wajar untuk membuat kesalahan di sepanjang jalan. Sebab, setiap orang memiliki gaya pengasuhan berbeda.

Sehingga, perlu memilih formula yang tepat untuk keluarga. Jika situasi tampak tidak terkendali, ada penegak hukum yang bisa membantu untuk melindungi.

Effran Kurniawan








Berita Terkait



Komentar